Mencoba untuk melanjutkan apa yang pernah dimulai. Yap,
menulis blog.
Sudah cukup lama blog ini dibuat. Awal mula punya blog
sebenarnya hanya sebagai tempat curhat dikala kegalauan melanda. Karena sejak
patah hati jari jemari semakin lihai menari di atas keyboard. Menulis setiap
apa yang dirasa dan dialami begitu mengalir dengan mudahnya. Dan ada kelegaan
tersendiri setelah selesai menulis. Karena itulah akhirnya aku mencoba untuk
membuat blog.
Berawal dari isinya yang penuh tentang cinta dan terus
berlanjut hingga menceritakan apapun yang terjadi yang membuatku berkesan. Tentang
prosesku menjalani perkuliahan, tentang kerinduan, tentang pertemanan, dan
tentang apapun. Aku mulai asik dengan blog. Berselancar di dunia maya untuk
membaca blog-blog orang. Meskipun itu bukan orang yang kukenal, terkadang aku
begitu menikmati ceritanya. Membaca perjalanan hidupnya, ada pencerahan dan
semangat baru buatku. Saat itulah aku mulai merasakan kalau dunia menulis ini
adalah duniaku. Aku bertekad ingin terus menulis untuk menebar manfaat. Seperti
yang aku rasa saat mampir ke blog orang. Tidak ada yang pernah tau, bisa saja
suatu saat cerita atau tulisanku dapat memberi manfaat juga bagi yang membaca.
Sayangnya, kebiasaanku menulis blog semakin lama semakin
berkurang disaat aku mulai bekerja. Kurangnya waktu dan kelelahan sering
menjadi alasanku. Meskipun aku sudah mencoba untuk membuat target, tetap saja
semuanya tak berjalan sesuai rencana. Akhirnya blog ini terisi hanya saat ada
momen tertentu atau saat aku benar-benar ada kesempatan menulis.
Disela bekerja terkadang aku begitu merindukan waktu untuk
bisa menulis. Semakin jarang waktuku untuk menulis, aku pun semakin sulit
merangkai kata. Ini yang membuatku semakin tak percaya diri. Karena itulah,
mencari lingkungan yang bisa membangun kembali duniaku adalah hal utama saat
ini. Mengingatkanku dengan poin penting dari menulis, untuk menebar manfaat
kepada pembaca. Perlahan aku mulai kembali mencoba mengisi blog ini. Dimulai
dengan menulis semampuku. Karena tekadku saat ini yang terpenting aku tak
berhenti menulis. Tentang apapun itu, menulislah.
6 Oktober 2019
kembali nge-blog
18 Juli 2019
Resign-ku demi anak
Memang ga mudah mengambil keputusan besar ini dalam hidup. Apalagi keputusan ini banyak dampaknya terutama dari segi keuangan. Tapi saya cuma yakin, ini menjadi pembuka pintu-pintu rejeki yang lain.
18 Juni 2019
Kembali ke Daycare
Tiba saatnya drama pengasuh pulang kampung. Februari lalu Mbah, ibu yang menjaga putri saya, Raline, memutuskan untuk pulang dulu ke kampung ketika dirinya sedang sakit. Memang mbah sudah berhari-hari sakit dan sudah 2 kali ke dokter. Kami tidak mungkin melarangnya pulang karena mungkin mbah butuh dekat dengan keluarga di kondisi sakit seperti itu. Yang terpikirkan setelahnya adalah saya harus cuti kerja untuk menjaga Raline sambil mencari alternatif lain. Karena saya dan suami sama-sama perantau, tidak ada nenek atau keluarga lain yang bisa diminta tolong untuk sementara menjaga anak.
Keesokan hari, di kantor saya bercerita ke atasan dan mencoba mengajukan unpaid leave. Setelah berdiskusi juga dengan HR, saya disarankan untuk kerja remote. Saya terharu dengan kebaikan hati orang-orang kantor. Dengan kondisi saya yang tentu tidak bisa maksimal bekerja, mereka tetap tidak ingin gaji saya dipotong. Jadilah dicari cara agar saya tetap bisa dihitung masuk meski tak bekerja di kantor.
Akhirnya Raline kami putuskan untuk kembali ke daycare. Daycare yang sama saat kami menitipkan Raline ketika berusia 3 bulan. Sebelumnya saya dan suami sudah mencoba membawa Raline ke daycare. Mengenalkan tempat barunya nanti. Masuk ke ruangan yang banyak anak-anak seusianya. 2 minggu saya berharap Raline bisa segera beradaptasi. Karena memang saya meminta waktu 2 minggu untuk kerja remote. Jadi, selama saya melatih Raline di daycare, saya mencari tempat di dekat daycare-nya untuk bekerja.
Hari pertama di daycare, drama tangis menangis pun dimulai. Karena Raline saat itu sudah berusia 1,5 tahun lebih, sudah mengenal orang dan tempat yang asing. Akhirnya saya meminta izin untuk menemani Raline di ruangan sampai dia mulai merasa nyaman dengan lingkungannya. Tapi sayangnya saya tidak diperbolehkan lama di dalam, dengan terpaksa meski Raline belum siap, saya diminta untuk menunggu di luar ruangan. Mulailah tangis Raline pun pecah saat saya mulai mencoba keluar ruangan. Berteriak sekuat yang dia bisa. Mencoba terus merangkul saya yang berusaha meninggalkannya. Ya Allah, saat itu saya hanya bisa pasrah. Saya merasa benar-benar bersalah pada Raline. Anak sekecil itu sudah harus merasakan gejolak emosi yang luar biasa karena orang tuanya. Ketakutan yang amat sangat dirasakan Raline. Andai saya tak bekerja, Raline tak mungkin mengalami ini semua. Tak kuasa saya pun ikut menangis.
Ternyata Raline anak yang cepat beradaptasi. Alhamdulillah tak sampai seminggu Raline tidak lagi menangis saat ditinggal atau pun di jemput. Yang membuat saya bisa masuk kerja lebih cepat dari yang dijadwalkan.
Terima kasih, Raline..
Terima kasih sudah menjadi anak mama papa yang hebat, tangguh, berani..
Terima kasih sudah mau mengerti keadaan kami..
Terima kasih, sayang..
Love,
Mama Papa