18 Juni 2019

Kembali ke Daycare

Tiba saatnya drama pengasuh pulang kampung. Februari lalu Mbah, ibu yang menjaga putri saya, Raline, memutuskan untuk pulang dulu ke kampung ketika dirinya sedang sakit. Memang mbah sudah berhari-hari sakit dan sudah 2 kali ke dokter. Kami tidak mungkin melarangnya pulang karena mungkin mbah butuh dekat dengan keluarga di kondisi sakit seperti itu. Yang terpikirkan setelahnya adalah saya harus cuti kerja untuk menjaga Raline sambil mencari alternatif lain. Karena saya dan suami sama-sama perantau, tidak ada nenek atau keluarga lain yang bisa diminta tolong untuk sementara menjaga anak.

Keesokan hari, di kantor saya bercerita ke atasan dan mencoba mengajukan unpaid leave. Setelah berdiskusi juga dengan HR, saya disarankan untuk kerja remote. Saya terharu dengan kebaikan hati orang-orang kantor. Dengan kondisi saya yang tentu tidak bisa maksimal bekerja, mereka tetap tidak ingin gaji saya dipotong. Jadilah dicari cara agar saya tetap bisa dihitung masuk meski tak bekerja di kantor.


Akhirnya Raline kami putuskan untuk kembali ke daycare. Daycare yang sama saat kami menitipkan Raline ketika berusia 3 bulan. Sebelumnya saya dan suami sudah mencoba membawa Raline ke daycare. Mengenalkan tempat barunya nanti. Masuk ke ruangan yang banyak anak-anak seusianya. 2 minggu saya berharap Raline bisa segera beradaptasi. Karena memang saya meminta waktu 2 minggu untuk kerja remote. Jadi, selama saya melatih Raline di daycare, saya mencari tempat di dekat daycare-nya untuk bekerja.

Hari pertama di daycare, drama tangis menangis pun dimulai. Karena Raline saat itu sudah berusia 1,5 tahun lebih, sudah mengenal orang dan tempat yang asing. Akhirnya saya meminta izin untuk menemani Raline di ruangan sampai dia mulai merasa nyaman dengan lingkungannya. Tapi sayangnya saya tidak diperbolehkan lama di dalam, dengan terpaksa meski Raline belum siap, saya diminta untuk menunggu di luar ruangan. Mulailah tangis Raline pun pecah saat saya mulai mencoba keluar ruangan. Berteriak sekuat yang dia bisa. Mencoba terus merangkul saya yang berusaha meninggalkannya. Ya Allah, saat itu saya hanya bisa pasrah. Saya merasa benar-benar bersalah pada Raline. Anak sekecil itu sudah harus merasakan gejolak emosi yang luar biasa karena orang tuanya. Ketakutan yang amat sangat dirasakan Raline. Andai saya tak bekerja, Raline tak mungkin mengalami ini semua. Tak kuasa saya pun ikut menangis.

Saya melatih Raline 3 jam di daycare di hari pertamanya. Ba'da zuhur segera saya menjemput Raline. Karena saya pun juga tak konsentrasi untuk bekerja. Ketika melihat saya masuk ruangan, Raline pun langsung menangis. Ahh, maafkan mama nak, pasti kamu begitu menahan emosi di sini..

Ternyata Raline anak yang cepat beradaptasi. Alhamdulillah tak sampai seminggu Raline tidak lagi menangis saat ditinggal atau pun di jemput. Yang membuat saya bisa masuk kerja lebih cepat dari yang dijadwalkan.

Terima kasih, Raline..
Terima kasih sudah menjadi anak mama papa yang hebat, tangguh, berani..
Terima kasih sudah mau mengerti keadaan kami..
Terima kasih, sayang..


Love,
Mama Papa


Jakarta,
18 Juni 2019